Senin, 24 November 2014

pemberian intravena, rektal dan intraperitonial


BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Dasar Teori
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat serta tempat kerja yang diinginkan. Pemberian obat ikut juga dalam menentukan cepat lambatnya dan lengkap tidaknya resorpsi suatu obat. Tergantung dari efek yang diinginkan, yaitu efek sistemik (di seluruh tubuh) atau efek lokal (setempat) dapat dipilih di antara berbagai cara untuk memberikan obat.
1.      Oral
Oral adalah rute pemberian yang paling umum dan palin g banyak dipakai karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorbsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN. Bentuk sediaan obatnya dapat berupa Tablet, Kapsul, Larutan (solution), Sirup, Eliksir, Suspensi, Magma, Jel, dan Bubuk.
2.      Sublingual
Obat sublingual dirancang supaya setelah diletakkan di bawah lidah dan kemudian larut, mudah diabsorbsi, Tidak melalui hati sehingga tidak diinaktif, Dari selaput di bawah lidah langsung ke dalam aliran darah, sehingga efek yang dicapai lebih cepat. Hanya untuk obat yang bersifat lipofil. Obat yang diberikan dibawah lidah tidak boleh ditelan.
3.      Bukal
Pemberian obat melalui rute bukal dilakukan dengan menempatkan obat padat di membran mukosa pipi sampai obat larut. Klien harus diajarkan untuk menempatkan dosis obat secara bergantian di pipi kanan dan kiri supaya mukosa tidak iritasi, diperingatkan untuk tidak mengunyah atau menelan obat atau minum air bersama obat.
4.      Parenteral
Rute parenteral adalah memberikan obat dengan meninginjeksi ke dalam jaringan tubuh, obat yang cara pemberiaannya tanpa melalui mulut (tanpa melalui saluran pencernaan) tetapi langsung ke pembuluh darah. Misalnya sediaan injeksi atau suntikan. Tujuannya adalah agar dapat langsung menuju sasaran. Pemberian parenteral meliputi empat tipe utama injeksi berikut:
a.       Intravena (iv)        : Tidak mengalami tahap absorpsi. Obat langsung dimasukkan ke pembuluh darah sehingga kadar obat di dalam darah diperoleh dengan cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respons penderita.
b.      Intramuscular (im) : Kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan kelengkapan absorpsi. Obat yang sukar larut seperti dizepam dan penitoin akan mengendap di tempat suntikan sehingga absorpsinya berjalan lambat, tidak lengkap dan tidak teratur.
c.       Subkutan (SC)      : Hanya boleh dilakukan untuk obat yang tidak iritatif terhadap jaringan. Absorpsi biasanya berjalan lambat dan konstan, sehingga efeknya bertahan lebih lama. Absorpsi menjadi lebih lambat jika diberikan dalam bentuk padat yang ditanamkan dibawah kulit atau dalam bentuk suspensi. Pemberian obat bersama dengan vasokonstriktor juga dapat memperlambat absorpsinya Penyuntikkan dibawah kulit.
d.      Intrathecal: obat langsung dimasukkan ke dalam ruang subaraknoid spinal, dilakukan bila diinginkan efek obat yang cepat dan setempat pada selaput otak  atau sumbu cerebrospinal seperti pada anestesia spinal atau pengobatan infeksi SSP yang akut.
5.      Implantasi
6.      Rektal
obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek local. Bentuknya suppositoria dan clysma obat pompa. Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan supositoria.
7.      Transdermal
Transdermal adalah rute administrasi dimana bahan aktif yang disampaikan dikulit untuk distribusi sistemik. Cara pemakaian melalui permukaan kulit, berupa plester. Obat menyerap secara perlahan dan kontinyu, masuk ke sistem peredaran darah, langsung ke jantung.  Umumnya untuk gangguan jantung misalnya angina pectoris, tiap dosis dapat bertahan 24 jam.
8.      Inhalasi
Inhalasi yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara local, pada salurannya. Obat diberikan untuk disedot melalui hidung atau mulut atau disemprotkan Penyerapan dapat terjadi pada selaput mulut, tenggorokan dan pernafasan.
9.      Intranasal
Pemberian obat secara intranasall merupakan alternative ideal untuk menggantikan sistem penghantaran obat sistemik parenteral.
10.  Pervagina
Obat diberikan melalui selaput lendir/mukosa vagina, Diberikan pada antifungi dan anti kehamilan, Obat yang dimasukkan pada umumnya bekerja secara local.
11.  Topikal
Pemberian topikal dilakukan dengan mengoleskannya disuatu daerah kulit, memasang balutan yang lembab, merendam bagian tubuh dalam larutan, atau menyediakan air mandi yang dicampur obat. Obat topikal ini dapat diberikan sekurang-kurangnya 24 jam sampai tujuh hari.

1.2       Tujuan Praktikum
                        Adapun tujuan praktikum farmakologi yaitu :
1.      Mahasiswa memahami macam – macam rute pemberian obat
2.      Mahasiswa mengetahui cara memperlakukan hewan percobaan saat pemberian obat
3.      Mahasiswa mengetahui keuntungan dan kerugian setiap rute pemberian obat
4.      Mahasiswa dapat mengukur dosis pemberian obat





BAB II
PROSEDUR KERJA

2.1       Alat dan Bahan
1.      Spuit 1cc
2.      Beker glass
3.      Aqua dest
4.      Larutan NaCl
5.      Mencit
2.2       Prosedur Kerja
2.2.1.  Intravena
1.      Ambil mencit dari kandang, jangan lupa menggunaka handschoon.
2.      Mencit diangkat dengan memegang ekornya dengan tangan kanan.
3.      Dengan tangan kiri , kulit tengkuknya dijepit diantara telunjuk dan ibu jari
4.      Kemuadian ekornya dipindahkan dari tangan kanan ke antara jari manis dan jari kelingking tangan kiri, hingga mencit cukup erat dipegang.
5.      Ambil NaCl dengan spuit 1 mL sebanyak 0,25 mL.
6.      Suntikkan NaCl  ke vena ekor mencit.
           
2.2.2.   Rektal
1.      Ambil mencit dari kandang, jangan lupa menggunaka handschoon.
2.      Pegang kuat tengkuk mencit sehingga mencit tidak dapat berputar arah.
3.      Ambil akuades 0,5ml dari beker glass.
4.      Masukkan akuades tersebut melalui rectal mencit.
2.2.3.   Intraperitoneal
1.      Ambil mencit dari kandang, jangan lupa menggunaka handschoon.
2.      Mencit dipegang pada bagian punggungnya sehingga kulit abdomennya menjadi tegang.
3.      Posisikan kepala mencit lebih rendah daripada posisi abdomennya.
4.      Ambil spuit 1 mL isikan dengan NaCl sebanyak 1 mL.
5.      Suntikkan agak menepi dari garis tengah dan tidak terlalu tinggi.























BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Intravena
Pemberian obat secara intravena akan memberikan efek lebih cepat dibandingkan pemberian obat secara oral terutama dalam bentuk padat. Pemberian obat secara intravena mempercepat efek obat karena obat tersebut langsung masuk ke sirkulasi sistemik. Adapun kelebihan dan kekurangan pemberian obat secara intravena, sebagai berikut :
Kelebihan       :
a.       Cepat mencapai konsentrasi
b.      Dosis tepat Mudah mentitrasi dosis
Kekurangan :
a.       Konsentrasi awal tinggi
b.      Toksik Invasiv
c.       Risiko infeksi besar
d.      Memerlukan tenaga ahli
e.       Cara Pemberian Obat Intravena Memerlukan persiapan karena daya larut obat yang jelek (solubility), memerlukan zat pelarut, sehingga kecepatan pemberian
berhubungan dengan toksisiti (rate-ralated-toxicity)
f.       Terbatas pada obat dengan daya larut tinggi
g.      Distribusi obat mungkin dihambat oleh sirkulasi darah yang menurun

Dosis pemberian secara intravena pada mencit 0,25ml, dosis ini tergantung dari jenis sediaan yang akan diberikan pada mencit, Sediaan yang dapat diberikan melalui intravena berupa cairan infus dan obat injeksi. Sediaan obat dipasaran yang  berbentuk Cairan infus yaitu Albapure 20, Plasbumin – 25, Glukosa 5%, NaCl 0,9%,  sedangkan yang berbentuk injeksi yaitu Neurobion 5000 injeksi, Fimalbumin, Robumin 20%, Ringer Laktat dan lainnya.

3.2. Rektal
            Pemberian obat berbentuk suppositoria akan memberikan efek lebih cepat dibandingkan pemberian obat secara oral terutama dalam bentuk padat. Pemberian obat melalui rectal mempercepat efek obat karena obat tersebut akan mencair pada suhu tubuh. Adapun kelebihan dan kekurangan pemberian obat melalui rectal, sebagai berikut :
Kelebihan       :
a.       Baik sekali untuk obat yang dirusak oleh asam lambung,
b.      diberikan untuk mencapai takaran yang cepat dan tepat,
c.       tidak dapat dipakai jika pasien tidak biasa per-oral,
d.      tidak dapat mencegah “first-pass-metabolism”,
e.       pilihan terbaik untuk anak2.
Kekurangan :
a.       absorbsi tidak adekuat,
b.      banyak pasien tidak nyaman / risih per-rektal.
Dosis pemberian secara rectal pada mencit 0,5ml, dosis ini tergantung dari jenis sediaan yang akan diberikan pada mencit, bahan dasar suppositoria (apabila menggunakan suppositoria). Sediaan yang dapat diberikan melalui rectal berupa enema dan suppositoria. Sediaan obat dipasaran yang  berbentuk enema yaitu Microlax, sedangkan yang berbentuk suppositoria yaitu Faktu, Ultraproct N, Borraginol N, Borraginol S, Dulcolax supp, Pamol supp, Kaltrofen supp, Profenid Supp, Proris supp, Tramal supp, Pyrexin supp dan lainnya.

3.3. Intraperitoneal
Injeksi intraperitoneal atau injeksi IP adalah injeksi suatu zat ke dalam peritoneum (rongga tubuh).  IP injeksi lebih sering digunakan untuk hewan dari pada manusia. Hal ini umumnya disukai ketika jumlah besar cairan pengganti darah diperlukan, atau ketika tekanan darah rendah atau masalah lain mencegah penggunaan pembuluh darah yang cocok untuk penyuntikan.
Pada hewan, injeksi IP digunakan terutama dalam bidang kedokteran hewan dan pengujian hewan untuk pemberian obat sistemik dan cairan karena kemudahan administrasi parenteral dibandingkan dengan metode lainnya.
Pada manusia, metode ini banyak digunakan untuk mengelola obat kemoterapi untuk mengobati kanker, terutama kanker ovarium. Penggunaan khusus ini telah direkomendasikan, kontroversial, sebagai standar perawatan

Dosis pemberian secara intrapertitoneal pada mencit 1 ml, dosis ini tergantung dari jenis sediaan yang akan diberikan pada mencit, Sediaan yang dapat diberikan melalui intraperitonial berupa obat injeksi. Sediaan obat dipasaran yang  berbentuk obat injeksi adalah insulin, dan lainnya.














BAB IV
Kesimpulan dan Saran

·         Kesimpulan

1.      Pada penandaan hewan percobaan dibuat pada ekor dengan garis-garis yang disesuaikan dengan urutan mencit.
2.      Semakin tinggi dosis yang diberikan akan memberikan efek yang lebih cepat.
3.      Dari hasil praktikum Onset of action dari rute pemberian obat secar IP lebih cepat diperoleh daripada rute pemberian obat secara IV.
4.      Dari hasil pengamatan Duration of action dari rute pemberian obat secara IP lebih panjang (lama) dibandingkan rute pemberian obat  secara  IV.
5.      Kesalahan penyuntikan dapat menyebabkan ketidaktepatan dosis yang diberikan kepada hewan uji, sehingga hasil yang diperoleh pun tidak akurat.
6.      Intraperitoneal lebih cepat memberikan efek dibandingkan dengan pemberian obat secara Intravena.
7.      Untuk durasinya, hasil pengamatan semua kelompok efek obat yang paling cepat hilang yaitu cara  intraperitoneal dan yang efeknya lama yaitu cara intravena.

·         Saran

1.      Lebih berhati-hati dalam penanganan hewan percobaan dan dalam pembacaan skala spuit agar dosis yang diberikan tepat dan tercapai efek yang dikehendaki serta tepatnya sasaran untuk melakukan penyuntikan.
2.      Lebih berhati-hati dalam pemberian obat secara interperitonial agar tidak mengalami kerusakan pada abdomen maupun tusukan pada organ-organ dalam yang vital.
3.      Dapat digantikan atau digunakan turunan barbiturat lainnya maupun obat golongan sedatif-hipnotik lainnya (seperti benzodiazepin) untuk mengetahui perbandingan onset of action dan duration of action.


BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Depkes RI : Jakarta
Anief, Moh.  2000.  Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI : Jakarta
Ansel, Howard.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia Press : Jakarta
Ernst Mutschler, 1986, Dinamika Obat ; Farmakologi dan Toksikologi (terjemahan), ITB, Bandung
http://www.wartamedika.com/2008/02/obat-diazepam-valium.html diakses pada tanggal 30 Maret 2010, pada pukul 16:43 PM
http://www.farmasiku.com/index.php?target=products&product_id=29839 diakses pada tanggal 30 Maret 2010, pada pukul 16:43 PM