Sabtu, 20 Januari 2018

PEMERIKSAAN LABORATORIUM TUBERKULOSIS

I. Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex. A. Epidemiologi TB Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai “Global Emergency”. Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga/(SKRT) tahun 2001 didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab kematian kedua setelah sistem sirkulasi. Saat ini Indonesia masih menduduki urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China. B. Etiologi TB Penyakit TB adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). C. Patofisiologi TB Tuberkulosisadalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. D. Klasifikasi TB  Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) . berdasarkan hasil pemeriksaan dahak TB paru dapat di kelompokkan menjadi 2 yaitu TB paru BTA (+) dan TB paru BTA (-).  Tuberkulosis Ekstra Paru Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll. E. Diagnosis TB Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan melalui pemeriksaan gejala klinis, mikrobiologi, radiologi, dan patologi klinik. Pada program tuberkulosis nasional penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti radiologi, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. II. Pemeriksaan Laboratorium A. Pemeriksaan Bakteriologik Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam, menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasa l dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH). Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut. Interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila : 2 kali positif, 1 kali negatif →Mikroskopik positif 1 kali positif, 2 kali negatif →ulang BTA 3 kali kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif →Mikroskopik positif bila 3 kali negatif →Mikroskopik negatif Gambar 1. Pemeriksaan Basil Tahan Asam Positif B. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambar 2. Pemeriksaan Rontgen Thorax C. Pemeriksaan Penunjang Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.  Polymerase chain reaction (PCR) Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Gambar 3. Mekanisme Kerja PCR  Enzym linked immunosorbent assay (ELISA) Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama. Gambar 4. Teknik Analisa ELISA  Mycodot Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai yang sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah.  Uji peroksidase anti peroksidase (PAP) Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi.  ICT Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologik untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT tuberculosis merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) dismaping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 μl diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi. Gambar 5. Komponen ICT  Pemeriksaan BACTEC Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis.  Pemeriksaan Cairan Pleura Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah. Gambar 6. Cara Pengambilan Sampel  Pemeriksaan histopatologi jaringan Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsi paru dengan trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB), biopsi paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ lain diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH =biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis ekstra paru. Diagnosis pasti infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar paru memberikan hasil berupa granuloma dengan perkejuan. Gambar 7. Mekanisme Biopsi  Pemeriksaan darah Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderida , yaitu dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfosit pun kurang spesifik. Gambar 8. Hasil Laju Endap Darah  Uji tuberkulin Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dariuji yang didapat besar sekali atau bula. Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama pada malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi positif jika diulang 1 bulan kemudian. Sebenarnya secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan hanya menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang analog dengan ; a) reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target organ yang terkena infeksi atau b) status respon imun individu yang tersedia bila menghadapi agent dari basil tahan asam yang bersangkutan (M.tuberculosis). Gambar 9. Uji Tuberkulin  Uji Adenosine Deaminase / ADA test Adenosine Deaminase adalah enzim yang mengubah adenosin menjadi inosine dan deoxyadenosine menjadi deoxyinosine pada jalur katabolisme purin. ADA berperan pada proliferasi dan differensiasi limfosit, terutama lomfosit T, dan juga berperan pada pematangan/ maturasi monosit dan mengubahnya menjadi makrofag. Konsentrasi ADA serum meningkat pada berbagai penyakit dimana imunitas seluler distimulasi, sehingga ADA merupakan indikator imunitas selular yang aktif. Kondisi yang memicu sistem imun seperti infeksi Mycobacterium tuberculosisdapat meningkatkan jumlah produksi ADA di area infeksi. Kadar ADA meningkat pada tuberkulosis karena stimulasi limfosit T leh antigen-antigen mikobakteria. Pemeriksaan ada ADA memiliki sensitivitas 90-92% dan spesifitas 90-92% untuk diagnosis TB pleura. Selain pada TB pleura, ADA juga dilaporkan bermamfaat dalam TB Peritoneal (cairan asites), TB pericarditis (cairan pericardial), dan TB meningitis (CSF). Nilai normal: 4 –20 U/L, Pleuritis TB > 40 U/L, Meningitis TB > 8 U/L.  Interferon Gamma Release Assay (IGRA) Pemeriksaan IGRA adalah pemeriksaan darah yang dapat mendeteksi infeksi TB di dalam tubuh. IGRA bekerja dengan mengukur respons imunitas selular atau sel T terhadap infeksi TB. Hasilnya pun spesifik sebab sensitivitasnya tinggi. Sel T dalam individu yang terinfeksi TB akan diaktivasi sebagai respons terhadap sensitisasi antigen berupa peptida spesifik Mycobacterium Tuberculosis, yaitu Early Secretory Antigenic Target-6 (ESAT-6) dan Culture Filtrate Protein-10 (CFP-10) yang ada di dalam sistem reaksi. Sel T akan menghasilkan Interferon Gamma(IFN-γ) yang diukur dalam pemeriksaan. Gambar 10. Mekanisme IGRA III. Daftar Pustaka Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. 2011. Pedoman Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Available at: http://www.dokternida.rekansejawat.com/dokumen/DEPKES-Pedoman-Nasional-Penanggulangan-TBC-2011-Dokternida.com.pdf Werdhani, Retno Asti. 2012. Patofisiologi, Diagnosis Dan Klasifikasi Tuberkulosis. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Available at: http://staff.ui.ac.id/system/files/users/retno.asti/material/patodiagklas.pdf Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2010. Pedoman Penatalaksanaan TB (Konsensus TB). Jakarta. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Available at: http://klikpdpi.com/konsensus/Xsip/tb.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar